Taman Makam Pahlawan


Klik untuk memperbesar gambar
Taman Makam Pahlawan Aceh terletak di kelurahan Peuniti, kecamatan Baiturahman, Banda Aceh, merupakan pemakaman bagi pahlawan Aceh yang telah berjasa bagi negara dan bangsa Indonesia

Jumlah makam di perkuburan yang luasnya hampir 2 hektar ini sebanyak 245 makam yang terdiri dari makam perwira hingga prajurit TNI. Letaknya di samping jalan yang berdekatan dengan Pendopo Gubernur Aceh dan komplek Ajudan Jenderal Kodam Iskandar Muda. Perkuburan ini menjadi saksi sejarah dan kerap dijadikan tempat penghormatan pada upacara Hari Pahlawan.

Hingga saat ini pengelolaan Tamam Makam Pahlawan diserahkan secara penuh kepada Dinas Sosial Aceh setelah penandatanganan kesepakatan perdamaian (MoU Helshinki) antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Indonesia.

Taman dilengkapi dengan plaza untuk upacara penghormatan dan rumah persemayaman. Diantara 245 makam tersebut, terdapat 21 kuburan umat kristiani yang juga berada di dalam komplek.
Nama - nama Pahlawan yang Gugur

Source: Aceh Pedia

Rumoh Aceh

Klik untuk memperbesar gambar
Rumah adat Aceh biasa disebut Rumoh Aceh oleh masyarakatnya. Rumoh Aceh berbentuk persegi empat memanjang dari timur ke barat. Menurut cerita, pemilihan bentuk tersebut untuk memudahkan penentuan arah kiblat. Maklum, masyarakat Aceh dikenal sangat kuat memegang ajaran Islam.

Rumoh Aceh dibuat dari bahan bangunan yang didominasi kayu-kayu kuat dan besar serta diperkokoh dengan pasak, bukan paku. Oleh karena itu, kini jarang ada orang yang membangun, Rumoh Aceh karena biaya pembuatannya mahal, tidak seperti dahulu saat kayu masih gampang diperoleh.

Atap Rumoh Aceh terbuat dari rumbia, kayunya dihias dengan ukir-ukiran dan ornamen. Komponen utama dari rumah-rumah tradisional khas Aceh terdiri atas ruangan-ruangan berikut, di antaranya Seuramou-keu (serambi depan), Seuramou-likoot (serambi belakang), Rumoh-Inong (rumah induk), Rumoh-dapu (dapur), Seulasa (teras), Kroong-padee (lumbung padi), Keupaleh (gerbang), dan Tamee (tiang).

Kekuatan tiang merupakan tumpuan utama Rumoh Aceh. Tiang berbentuk kayu bulat dengan diameter 20-35 cm setinggi 150-170 cm itu bisa berjumlah 16, 20, 24, atau 28 batang. Keberadaan tiang-tiang ini memudahkan proses pemindahan rumah tanpa harus membongkarnya.
Source: Anneahira

Lonceng Cakra Donya

Klik untuk memperbesar gambar
Lonceng Cakra Donya merupakan benda bersejarah yang kini merupakan salah satu koleksi Museum Aceh. Menurut sejarahnya lonceng ini diberikan oleh kerajaan China melalui Laksamana Cheng Ho yang merupakan pelayar tangguh, sebagai ikatan persahabatan antara kerajaan China dengan Kerajaan Aceh.

Cakra Donya adalah lonceng yang berupa mahkota besi berbentuk stupa buatan Cina 1409 M, dengan tinggi 125 cm dan lebar 75 cm. Cakra berarti poros kereta, lambang-lambang Wishnu, cakrawala atau matahari. Sedangkan Donya berarti dunia. Pada bagian luar Cakra Donya terdapat hiasan dan simbol-simbol berbentuk aksara Cina dan Arab. Aksara Cina bertuliskan Sing Fang Niat Tong Juut Kat Yat Tjo (Sultan Sing Fa yang telah dituang dalam bulan 12 dari tahun ke 5). Sedangkan aksara Arab tidak dapat dibaca lagi.

Rante Cakra Donya
Pada dasarnya Cakra Donya adalah nama sebuah kapal perang Sultan Iskandar Muda (1607-1636), yaitu Kapal Cakra Donya di mana lonceng ini digantungkan, dalam penyerbuannya terhadap Portugis di Malaka. Pada masa lalu Lonceng dari Kapal Cakra Donya tersebut, digantung dengan rantai jangkar pada pohon kuda-kuda dekat Mesjid Baiturrahnim dalam kompleks kraton untuk dibunyikan apabila penghuni kraton harus berkumpul guna mendengarkan pengumuman Sultan. Akan tetapi, sejak tahun 1915 M Cakra Donya dipindahkan ke Museum Aceh dan ditempatkan dalam kubah tersebut. Rantai Cakra Donya panjangnya 9,63 cm adalah rantai besi yang dahulu pernah dipakai untuk menggantung Lonceng Cakra Donya pada pohon kuda-kuda di depan Mesjid Baiturrahim dalam kompleks Istana Kesultanan Aceh Darussalam sampai tahun 1915.
Source:  Aceh Pedia.

Aceh



Aceh yang sebelumnya pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh (1959-2001) dan Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009) adalah provinsi paling barat di Indonesia. Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, karena alasan sejarah. Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan.

Ibu kota Aceh ialah Banda Aceh. Pelabuhannya adalah Malahayati-Krueng Raya, Ulee Lheue, Sabang, Lhokseumawe dan Langsa. Aceh merupakan kawasan yang paling buruk dilanda gempa dan tsunami 26 Desember 2004. Beberapa tempat di pesisir pantai musnah sama sekali. Yang terberat adalah Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Singkil dan Simeulue.

Aceh mempunyai kekayaan sumber alam seperti minyak bumi dan gas alam. Sumber alam itu terletak di Aceh Utara dan Aceh Timur. Aceh juga terkenal dengan sumber hutannya, yang terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan, dari Kutacane, Aceh Tenggara, Seulawah, Aceh Besar, sampai Ulu Masen di Aceh Jaya. Sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) juga terdapat di Aceh Tenggara.

Source  : Wikipedia